Setiap hari, industri di Indonesia menghasilkan ribuan ton limbah non-B3 mulai dari sisa makanan, plastik, kertas, hingga lumpur hasil proses industri ringan. Jika tidak dikelola sesuai standar, limbah ini bisa menimbulkan pencemaran serius dan melanggar regulasi lingkungan.
Di sinilah peran operator limbah padat non-B3 menjadi sangat penting. Mereka bukan sekadar “petugas kebersihan industri”, melainkan garda depan dalam menjaga kepatuhan dan keberlanjutan lingkungan. Artikel ini akan membahas tuntas standar operasional, SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia), serta langkah praktis bagi calon operator agar siap bersertifikasi.
Apa Itu Limbah Non-B3 dan Mengapa Penting bagi Operator
Definisi & Ruang Lingkup
Menurut Permen LHK No. 19 Tahun 2021, limbah non-B3 adalah sisa kegiatan manusia atau proses alam yang tidak termasuk kategori bahan berbahaya dan beracun, namun tetap berpotensi mencemari lingkungan.
Contohnya: sisa dapur, kertas, plastik, kayu, logam bekas, dan lumpur dari IPAL domestik.
Perbedaan Limbah Non-B3 vs Limbah B3
| Aspek | Limbah Non-B3 | Limbah B3 |
|---|---|---|
| Sifat | Tidak beracun, tidak mudah meledak | Beracun, korosif, mudah terbakar |
| Pengelolaan | Umumnya melalui komposting, daur ulang, atau landfill | Harus melalui izin khusus, insinerator B3 |
| Regulasi | Permen LHK No. 19/2021 | Permen LHK No. 6/2021 |
Dampak Jika Pengelolaan Sembarangan
Timbunan sampah menurunkan estetika dan kesehatan lingkungan kerja.
Potensi denda dari DLH jika melanggar SOP pengelolaan.
Reputasi buruk bagi perusahaan yang tidak patuh regulasi.
Kerangka Regulasi & Standar di Indonesia
Peraturan Utama
Beberapa regulasi yang menjadi dasar hukum pengelolaan limbah non-B3:
Permen LHK No. 19 Tahun 2021: Tata cara pengelolaan limbah non-B3.
Permen LHK No. 9 Tahun 2024: Penguatan sistem pengawasan lingkungan.
Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Standar Kompetensi (SKKNI) Pengelolaan Sampah
SKKNI yang berlaku untuk bidang ini antara lain:
Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 61 Tahun 2018 tentang SKKNI Bidang Persampahan (“Pengelolaan Persampahan”)
SKKNI Pengelolaan Limbah Industri (Kepmenaker No. 187/2016) — mencakup unit kompetensi pengumpulan, pemilahan, dan pengolahan limbah padat non-B3.
đź”— Lihat juga: Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk Pengelolaan Limbah B3 di Indonesia
Peran Operator Limbah Padat
Operator bertanggung jawab untuk:
Mengidentifikasi jenis dan volume limbah.
Melaksanakan SOP pengumpulan dan pengangkutan.
Mencatat data dan melaporkan ke pengawas HSE.
Menjaga K3 selama proses berlangsung.
Standar Operasional untuk Pengelolaan Limbah Non-B3
1. Alur Kerja Pengelolaan
Berdasarkan Permen LHK No. 19/2021, tahap pengelolaan meliputi:
Pengurangan di sumber – meminimalkan limbah dari proses produksi.
Pemilahan – memisahkan limbah organik, anorganik, dan residu.
Penyimpanan sementara (TPS) – dilakukan maksimal 6 bulan.
Pengangkutan ke fasilitas akhir – harus oleh pihak berizin.
Pemanfaatan atau penimbunan – sesuai karakter limbah.
2. Teknologi dan Metode Pengelolaan
Komposting: untuk limbah organik.
Sanitary landfill: untuk residu padat.
Recycling: plastik, kertas, logam.
Pemadatan (compacting): menekan volume limbah.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), proporsi limbah non-B3 yang dikelola sesuai ketentuan teknis pada tahun 2023 tercatat sekitar 39% dari total timbulan nasional. Capaian ini menunjukkan bahwa sistem pengelolaan limbah di Indonesia terus membaik, seiring dengan peningkatan kapasitas dan kompetensi SDM di bidang lingkungan menuju target Indonesia Bebas Sampah 2029.
Sumber: SIPSN – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
3. Prosedur K3 untuk Operator
Gunakan APD lengkap: sarung tangan, masker, sepatu safety.
Hindari kontak langsung dengan limbah.
Pahami prosedur tanggap darurat jika terjadi tumpahan atau insiden.
Dokumentasikan setiap kegiatan dalam logbook harian.
Kompetensi Operator Limbah Padat Non-B3 & Pelatihan yang Direkomendasikan
Unit Kompetensi Utama
Mengacu pada SKKNI nomor 187 tahun 2016, unit kompetensi yang wajib dikuasai operator meliputi:
- Melakukan Perencanaan Pengolahan Sampah/ Limbah Padat Non-B3
- Menentukan Peralatan Pengangkutan dan Transportasi Sampah/Limbah Padat Non-B3
- Menentukan Peralatan Insinerator Pengolah Sampah/Limbah Padat Non-B3
- Menentukan Tipe Sanitary Landfill untuk Pembuangan Sampah/Limbah Padat Non-B3
- Menentukan Tipe Kolam Pengolahan Lindi Sampah/Limbah Padat Non-B3
- Melaksanakan Pengolahan Sampah/Limbah Padat Non-B3
- Melakukan Perawatan Peralatan Pengangkutan dan Transportasi Sampah/Limbah Padat Non-B3
- Melakukan Perawatan dan Perbaikan Perlatan Insenerator Pengolahan Sampah/Limbah Padat Non-B3
- Melakukan Perawatan dan Perbaikan Peralatan Sanitary Landfill Sampah/Limbah Padat Non-B3
- Melakukan Perawatan dan Perbaikan Peralatan Kolam Pengolah Air LindiSampah/Limbah Padat Non-B3
- Mengidentifikasi Bahaya dalam Pengelolaan Sampah/Limbah Padat Non-B3
- Melakukan Tindakan Keselamatan dan Kesehatan (K3) terhadap Bahaya Dalam Pengelolaan Sampah/Limbah Padat Non-B3
Contoh Modul Pelatihan
Modul pelatihan resmi BNSP mencakup:
Dasar pengelolaan limbah padat non-B3.
Penerapan K3 & lingkungan kerja aman.
Praktikum lapangan dan evaluasi kinerja.
Tips Memilih Lembaga Pelatihan Kredibel
Pastikan lembaga terakreditasi BNSP & Kemnaker.
Cek keberadaan asesor kompetensi tersertifikasi.
Perhatikan fasilitas pelatihan (alat praktik & simulasi).
đź”— Baca juga: Manager Pengolahan Limbah B3: Kompetensi & Regulasi
Studi Kasus & Insight Lokal (2025)
Kasus: DLH Kota Mojokerto
Pada 2025, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mojokerto mencatat capaian signifikan dalam pengurangan timbulan sampah—termasuk limbah non-B3—dengan penurunan volume hampir 50%, dari sekitar 96 ton per hari menjadi 58 ton per hari. Capaian ini didorong oleh penerapan program pengelolaan sampah terpadu, edukasi masyarakat, serta penguatan kompetensi pengelolaan lingkungan di tingkat industri dan fasilitas publik.
(Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan – kemenlh.go.id)
Strateginya:
Pemilahan di sumber.
Daur ulang bahan anorganik.
Program “Zero Waste Industrial Zone”.
Tantangan Umum di Lapangan
Minimnya pelatihan teknis bagi operator baru.
Kurangnya fasilitas TPS sesuai standar.
Lemahnya monitoring dari pengawas.
Manfaat Penerapan SOP dan SKKNI
Efisiensi biaya operasional.
Peningkatan reputasi perusahaan.
Kepatuhan hukum dan penilaian PROPER yang lebih baik.
Langkah Praktis untuk Memulai sebagai Operator Limbah Non-B3
Pelajari dasar-dasar pengelolaan limbah non-B3.
Ikuti pelatihan resmi berbasis SKKNI.
Kumpulkan pengalaman praktik lapangan.
Ajukan sertifikasi kompetensi melalui LSP berlisensi BNSP.
Terapkan SOP dan K3 di tempat kerja.
đź”— Relevan dibaca: Prosedur Aman Penyimpanan Limbah B3 bagi Operator
Kesimpulan
Pengelolaan limbah non-B3 bukan sekadar urusan kebersihan, tetapi tanggung jawab profesional yang diatur oleh regulasi dan standar kompetensi nasional.
Dengan memahami SOP, SKKNI, dan praktik lapangan yang benar, operator tidak hanya menjaga lingkungan — tetapi juga meningkatkan karier dan nilai profesional mereka.
Ingin meningkatkan kompetensi sesuai SKKNI?
Ikuti Pelatihan Pengelolaan Limbah Non-B3 Bersertifikat bersama HSE SkillUp dan wujudkan kompetensi profesional Anda.
FAQ
Sisa makanan, plastik, kardus, serbuk kayu, dan lumpur hasil IPAL non-kimia.
Ya, wajib mengikuti tata cara sesuai Permen LHK No. 19/2021, meski tanpa izin khusus seperti limbah B3.
Maksimal 6 bulan sebelum harus dimanfaatkan atau dikirim ke TPA.
Ada, melalui skema sertifikasi BNSP berbasis SKKNI Pengelolaan Sampah 231:2019.
Anda dapat mengikuti pelatihan resmi di HSE SkillUp, lembaga pelatihan dan sertifikasi berlisensi nasional.