Permenaker No. 37 Tahun 2016 merupakan peraturan teknis yang mengatur keselamatan kerja pada Pesawat Uap dan Bejana Tekan (PUBT) sebagai turunan langsung dari UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Regulasi ini bertujuan memastikan setiap alat bertekanan di tempat kerja beroperasi secara aman, efisien, dan sesuai standar nasional maupun internasional.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan aspek penting dalam setiap aktivitas industri, terutama yang melibatkan alat bertekanan tinggi seperti pesawat uap, bejana tekan, dan tangki udara. Kecelakaan akibat ledakan atau kebocoran alat tersebut dapat berakibat fatal, tidak hanya merugikan perusahaan tetapi juga mengancam keselamatan pekerja dan lingkungan.
Untuk mengatur hal tersebut, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker RI) menerbitkan dua dasar hukum utama, yaitu:
-
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, dan
-
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No. 37 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pesawat Uap dan Bejana Tekan.
Kedua regulasi ini menjadi fondasi utama dalam pelaksanaan K3 PUBT, sekaligus pedoman bagi perusahaan dan tenaga ahli dalam mencegah risiko kecelakaan kerja.
Dasar Hukum Keselamatan Kerja: UU No. 1 Tahun 1970
UU No. 1 Tahun 1970 (sumber: peraturan.go.id) merupakan dasar hukum nasional yang mengatur keselamatan kerja di semua tempat kerja di Indonesia.
Beberapa poin penting dari undang-undang ini antara lain:
-
Pasal 3: Menetapkan kewajiban pengusaha menyediakan sarana dan kondisi kerja yang aman.
-
Pasal 9–14: Menjelaskan peran pengawas dan ahli keselamatan kerja.
-
Pasal 15: Menegaskan sanksi bagi pelanggaran yang menyebabkan kecelakaan kerja.
Undang-undang ini menjadi “payung hukum” bagi berbagai peraturan turunan, termasuk Permenaker No. 37 Tahun 2016, yang secara spesifik mengatur keselamatan alat bertekanan seperti boiler dan bejana tekan.
Permenaker No. 37 Tahun 2016: Ruang Lingkup dan Tujuan
Permenaker ini diterbitkan oleh Kemnaker RI pada tahun 2016 sebagai pembaruan dari peraturan lama No. 01/MEN/1988 agar lebih sesuai dengan perkembangan teknologi dan standar internasional.
Menurut Pasal 2 Permenaker 37/2016, ruang lingkupnya meliputi:
-
Perencanaan, pembuatan, pemasangan, pengoperasian, perawatan, dan pemeriksaan pesawat uap dan bejana tekan.
-
Penetapan sertifikasi laik operasi (SLO) oleh Kemnaker setelah dilakukan inspeksi.
-
Pengaturan kualifikasi tenaga kerja seperti operator, teknisi, dan Ahli K3 PUBT.
Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa setiap alat bertekanan di tempat kerja aman digunakan, berfungsi optimal, dan tidak menimbulkan risiko kecelakaan bagi pekerja.
Tanggung Jawab dan Kewajiban dalam Permenaker 37/2016
Berdasarkan peraturan tersebut, beberapa tanggung jawab utama meliputi:
1. Pengusaha/Pemilik Alat
-
Menjamin setiap PUBT memiliki sertifikat laik operasi (SLO) yang sah dari Kemnaker.
-
Melakukan pemeriksaan berkala minimal satu kali setahun oleh Ahli K3 PUBT bersertifikat.
-
Melaporkan hasil pemeriksaan dan pengujian kepada pengawas K3 Kemnaker.
2. Ahli K3 PUBT
-
Melakukan inspeksi dan pengujian sesuai prosedur.
-
Memberikan rekomendasi kelayakan operasi atau penghentian sementara alat jika ditemukan bahaya.
-
Menjadi penghubung teknis antara perusahaan dan pemerintah dalam urusan keselamatan PUBT.
3. Sanksi dan Konsekuensi
Jika perusahaan mengabaikan ketentuan ini, Pasal 50 Permenaker 37/2016 menetapkan sanksi administratif hingga pencabutan izin operasi.
Hal ini sejalan dengan Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1970, yang juga mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran berat.
Aplikasi di Lapangan: Implementasi K3 PUBT
Penerapan regulasi PUBT di industri memerlukan pendekatan sistematis:
-
Inventarisasi alat bertekanan yang dimiliki perusahaan.
-
Pemeriksaan awal dan sertifikasi laik operasi.
-
Pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja melalui lembaga pelatihan resmi seperti HSE SkillUp.
-
Pemeriksaan berkala setiap tahun.
-
Audit internal K3 untuk memastikan kepatuhan berkelanjutan.
Khusus bagi pekerja yang menangani alat seperti boiler dan bejana tekan, pelatihan mengenai prinsip kerja, tekanan, suhu, dan metode pengujian sangat penting.
Anda dapat membaca lebih lanjut tentang jenis alat ini di artikel: 👉 Jenis Bejana Tekan dan Fungsinya
Perbandingan dengan Regulasi dan Standar Internasional
Dalam konteks global, beberapa standar yang menjadi acuan utama PUBT adalah:
-
ASME Boiler and Pressure Vessel Code (BPVC) – standar teknis internasional untuk desain dan pengujian bejana tekan.
-
ILO Convention No. 155 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) – menekankan tanggung jawab pengusaha dalam pencegahan kecelakaan kerja.
-
ISO 45001:2018 – standar sistem manajemen K3 berbasis risiko.
| Aspek | Permenaker 37/2016 | ASME / ISO 45001 |
|---|---|---|
| Fokus | Kepatuhan hukum nasional | Pencegahan berbasis sistem manajemen |
| Penanggung jawab | Ahli K3 PUBT bersertifikat | Safety/QHSE Manager |
| Pengawasan | Oleh Kemnaker RI | Oleh badan sertifikasi independen |
| Tujuan | Kepatuhan dan keselamatan nasional | Integrasi global & pencegahan proaktif |
Dengan menerapkan kombinasi regulasi nasional dan standar internasional, perusahaan dapat meningkatkan reliabilitas operasional, reputasi keselamatan, dan daya saing global.
Data dan Studi Kasus
Menurut data Kemnaker RI (2023), kecelakaan akibat alat bertekanan masih menjadi salah satu penyebab tertinggi insiden kerja di sektor manufaktur dan energi.
ILO juga mencatat bahwa lebih dari 2,3 juta pekerja di dunia meninggal setiap tahun akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja (ILO, 2020).
Salah satu studi kasus di Indonesia menunjukkan bahwa kegagalan bejana tekan akibat pemeriksaan tidak berkala dapat menimbulkan ledakan besar yang merusak area produksi dan menelan korban jiwa.
Sejak diterapkannya Permenaker 37/2016 dan peningkatan jumlah Ahli K3 PUBT bersertifikat, jumlah kasus serupa menurun signifikan di beberapa wilayah industri (Kemnaker, 2022).
Permenaker No. 37 Tahun 2016 dan UU No. 1 Tahun 1970 adalah dua pilar utama dalam pelaksanaan keselamatan kerja di Indonesia, khususnya pada sektor Pesawat Uap dan Bejana Tekan (PUBT).
Keduanya tidak hanya memastikan kepatuhan hukum, tetapi juga membentuk budaya keselamatan yang berkelanjutan.
Penerapan regulasi ini harus didukung oleh tenaga kerja kompeten, sistem manajemen K3 yang baik, serta komitmen manajemen dalam menerapkan inspeksi berkala dan pelatihan.
FAQ (Pertanyaan Umum)
Permenaker 37/2016 adalah peraturan teknis yang mengatur keselamatan kerja pada Pesawat Uap dan Bejana Tekan, dengan tujuan mencegah kecelakaan akibat tekanan tinggi di tempat kerja.
UU No. 1 Tahun 1970 menjadi dasar hukum keselamatan kerja, sedangkan Permenaker 37/2016 merupakan aturan pelaksana yang fokus pada alat bertekanan.
Setiap perusahaan yang mengoperasikan alat bertekanan wajib memiliki Ahli K3 PUBT bersertifikat Kemnaker RI untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan internal.
Pemeriksaan dilakukan oleh Ahli K3 PUBT meliputi uji tekanan, visual inspection, dan verifikasi dokumen teknis sebelum diterbitkan sertifikat laik operasi.
Meningkatkan keselamatan, menurunkan risiko kecelakaan, memastikan kepatuhan hukum, dan meningkatkan kepercayaan pelanggan serta auditor eksternal.
Kepatuhan terhadap Permenaker No. 37 Tahun 2016 dan UU No. 1 Tahun 1970 bukan sekadar kewajiban hukum, tetapi investasi strategis untuk melindungi aset terpenting perusahaan: manusia dan operasionalnya.
👉 Tingkatkan kepatuhan dan kompetensi perusahaan Anda dengan mengikuti Pelatihan Sertifikasi Ahli K3 PUBT Kemnaker RI bersama HSE SkillUp — mitra tepercaya dalam pengembangan SDM dan penerapan K3 nasional.